Langsung ke konten utama

Mengenal Digitalisasi Aksara Nusantara Indonesia

 
 Negara Indonesia ini sebenarnya banyak sekali aksara yang ada. Meski aku keturunan Jawa, tapi lahir dan besar dihabiskan di Lampung. Jadi aku lebih mengenal aksara Lampung dibandingkan aksara lokal lainnya. Aksara Lampung pertama kali aku pelajari saat duduk dibangku putih biru alias SMP yang memang ada mata pelajaran Bahasa Lampung. Kita mempelajari tidak hanya bahasa, tapi juga aksara. Dulu pas masih ada almarhumah mama, beliau sengaja membuatkan semacam kartu sebesar kartu undangan yang berisi aksara Lampung beserta keterangannya. Sejujurnya, aku lebih hapal aksara Lampung dibandingkan dengan bahasa Lampung yang sampai sekarang pun tidak bisa, hahaha... x)

Banyak faktor kenapa Bahasa Lampung begitu juga dengan aksara Lampung hampir mendekati punah. Pertama, penduduk aslinya jarang yang menggunakan bahasa Lampung, apalagi aksaranya dalam kehidupan sehari-hari. Kebayang kan jika penduduk aslinya saja jarang yang menggunakan, apalagi kita sebagai pendatang. Kedua, kurangnya apresiasi pemerintah lokal dalam menggalakkan untuk menggunakan bahasa maupun aksara Lampung dalam kehidupan sehari-hari.

Meski begitu, sekarang sudah ada beberapa gerakan yang (kembali) membudidayakan untuk pengucapan bahasa Lampung maupun pemakaian aksara Lampung dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, di setiap pembukaan acara resmi pemerintahan maupun acara tidak resmi, kita diwajibkan menyapa dalam ucapan bahasa Lampung: “Tabik pun? Yak pun...” Kedua, setiap instansi pemerintahan maupun toko-toko kecil dan besar, diwajibkan memasang logo Siger Lampung di atas gedung yang mereka tempati. Ketiga, semenjak adanya Kurikulum K13, diadakannya lagi mata pelajaran bahasa Lampung yang tidak hanya mempelajari dari segi bahasa, tapi juga segi aksara di sekolah-sekolah sampai tingkat putih abu-abu alias SMA/Sederajat. Keempat, dibukanya kembali jurusan bahasa Lampung di Fakultas Pendidikan UNILA, setelah beberapa tahun lalu sempat vakum. Hal ini tentu menjadi salah satu solusi bagi lahirnya generasi baru dalam mempelajari baik bahasa maupun aksara Lampung. Kelima, aksara Lampung lumayan sering kita jumpai tidak hanya pada lambang kabupaten/kota/provinsi saja, tapi juga pada nama plang jalan, acara-acara tertentu, bahkan juga kini dimanfaatkan kaum milenial untuk kebutuhan konten atau trik marketing mereka dalam berbisnis, misalnya menjual kaos dengan tulisan aksara Lampung yang ternyata lumayan banyak peminatnya.


Menurut WIKIPEDIA, Aksara Lampung adalah sistem tulisan abugida yang terdiri dari empat macam unsur, yaitu kelabai surat (20 aksara dasar), benah surat (12 adiakritik), angka dan tanda baca. seperti aksara Brahmi lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ atau /o/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. arah penulisan aksara Lampung adalah kiri ke kanan. Gabungan antara aksara Lampung, Rejang, Lembak, Serawai, Pasemah, dan Incung membentuk rumpun aksara hulu. Rumpun aksara ini memiliki ciri khas, yaitu bentuknya berupa goretan patah-patah/ lengkung, tidak memiliki pasangan, dan bentuk lebih sederhana ketimbang keturuna aksara Kawi lainnya (Seperti Jawa dan Bali)

Salah satu manfaat dari kita bisa memahami aksara nusantara adalah agar kita mempelajari peninggalan bersejarah; prasasti, naskah kuno maupun dokumen cetak lainnya. Jangan sampai apa yang diwariskan para pendahulu kita lenyap sia-sia karena kita tidak mendokumentasikan maupun mempelajarinya. Sedih rasanya jika generasi penerus kita tidak lagi mengenal apalagi memahami budaya sendiri, termasuk aksaranya.

Nah, di tanggal 30 Desember 2021 yang lalu, @merajut_indonesia mengadakan Bincang MIMDAN #2 bertema tentang Perjalanan Digitalisasi Aksara Nusantara. Kenapa aku tertarik sekali untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan secara live di instagram Merajut Indonesia ini? Karena menjawab kegelisahan hati selama ini tentang aksara nusantara kita. Apalagi acara ini menghadirkan pembicara yang sudah ahli di bidangnya.

Untuk pertama, ada Mbak Ratih Ayu yang merupakan perwakilan dari Divisi Pengembangan Usaha dan Kerja Sama PANDI. Buat yang belum tahu apa itu PANDI, merupakan singkatan dari Pengelola Domain Indonesia, yaitu semacam wadah untuk memfasilitasi sinergi dengan berbagai kalangan/komunitas budaya maupun pemerintah untuk melakukan pendekatan ke daerah kepada pihak-pihak penting seperti gubernur/bupati, para pegiat dan juga para akademisi. Banyak hal yang bisa dilakukan antara lain kolaborasi untuk mengadakan lomba-lomba, simposium atau webinar dan juga program-program yang berkaitan dengan daerah tersebut. tidak hanya itu, PANDI juga melakukan blusukan ke daerah-daerah yang tentunya ada pendampingan dari pemerintah setempat untuk melakukan riset/ penelitian/ peninjauan tertentu.

PANDI ini bertujuan untuk meneruskan serta merevitalisasi keluhuran dengan Digitalisasi Aksara. Nah, apa sih Digitalisasi Aksara itu? Merupakan sebuah konversi dari aksara yang tertulis melalui media konvensional menjadi sebuah aksara yang bisa diakses dan digunakan di internet.

Kedua, ada Ilham Nurwansyah, seorang Pegiat Aksara Digital, yang bercerita tentang latar belakang awal mula tertarik untuk mempelajari aksara. Beliau dulunya kuliah di Sastra Sunda, kemudian mempelajari secara lebih mendalam seperti bidang kajian sastra tentang manuskrip, bagaimana cara membedah anatomi aksara, bahkan tipologi aksara. Semua itu juga didukung oleh pemerintah setempat. Di tahun 2007, salah satu program pemerintah Jawa Barat adalah menditigalisasi bahasa daerah. Kemudian di tahun 2008  berlanjut ke aksara.


Mengapa kita harus mempelajari aksara nusantara? Pertama, tidak semua bangsa di dunia sempat mencipta dan memiliki sistem aksaranya sendiri. Sebab aksara nusantara merupakan warisan leluhur yang tidak ternilai harganya. Kedua, aksara daerah adalah salah satu sumber pembangunan jati diri bangsa. Kita dapat menggali kembali kearifan bangsa kita. Ketiga, dengan mempelajari aksara nusantara, kita juga jadi mempelajari sejarah, budaya, sistem ekonomi, politik, dan sosial peninggalan nenek moyang. Keempat, apabila aksara daerah atau aksara tradisi tidak dipelihara maka akan hilanglah fungsi aksara daerah. Aspek budaya yang merujuk kepada masyarakat pencipta dan pemiliknya juga ikut hilang. Apalagi jika tidak digunakan sama sekali. Kelima, aksara adalah sarana perekam sistem bunyi bahasa. Fungsinya untuk merangkum nilai-nilai pokok kepribadian bangsa pemilik aksara tersebut. Kekayaan budaya ini dapat kita temukan pada prasasti, naskah kuno, dan artefak sejarah lainnya yang menggunakan aksara tradisi. Terakhir yang keenam, aksara nusantara merekam sistem bunyi bahasa, bila tidak dipelajari maka akan banyak kekayaan kata yang hilang.

Di Indonesia, tanpa disadari sudah banyak bahasa daerah yang telah punah. Terjadinya kepunahan ini disebabkan sikap pemilik bahasa dan respon dari penerima bahasa daerah tersebut. Sebuah bahasa daerah dinyatakan punah apabila tidak ada lagi penuturnya. Tingkat keadaan bahasa-bahasa tersebut dinyatakan punah berdasarkan nilai daya hidup bahasa. Tercatat, sudah ada 11 bahasa daerah di Maluku dan 2 bahasa daerah di Papua yang sudah punah. Tentu kita tidak mau hal itu terulang kembali punahnya bahasa maupun aksara daerah di Indonesia. Tanggung jawab kita sebagai generasi muda Indonesia untuk terus melestarikan budaya dan bahasa daerah kita.

Dalam upaya pelestarian nilai budaya yang diwariskan leluhur, untuk kehidupan masa kini dan yang akan datang. Melalui program Merajut Indonesia ini, kita bisa mewujudkannya. Target utama awalnya adalah aksara Jawa. Salah satu syarat aksara bisa didigitalisasi adalah harus dipakai masyarakat luas, satu tujuan dan satu rujukan.


Digitalisasi Aksara Nusantara ini tidaklah mudah. Butuh proses dan membutuhkan perjalanan panjang untuk mewujudkan ini semua. Untuk saat ini, baru ada tiga aksara yang telah lulus SNI. Yaitu aksara Jawa, Sunda dan Bali. Dan sudah ada beberapa aksara yang telah digitalisasi. Yaitu aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bali, aksara Lontara, aksara Rejang, aksara Batak, aksara Makasar, aksara Kawi dan aksara Pegon.

Kabar gembiranya, aksara selanjutnya yang akan dipilih untuk digitalisasi adalah aksara Lampung. Jadi ikut senang, membayangkan bagaimana aksara Lampung akan lebih dikenal luas. Dengan adanya program digitaliasasi ini, aksara daerah tidak hanya dipelajari oleh kita, tapi juga bisa dipelajari oleh siapa pun yang tertarik untuk mempelajarinya, termasuk orang negeri sekalipun. Jadi aksara daerah lebih mendunia. Semakin banyak yang mempelajari dan menggunakan aksara daerah, akan semakin luas aksara dikenal dan ini sebagai salah satu cara kita melestarikan aksara daerah.

Salah satu caranya adalah kita bisa menginstal aplikasi aksara daerah ini. Kedepannya, kita juga bisa menggunakan aksara daerah untuk keamanan pasword kita. Keren nggak tuh, hehehe... x))

Nah, tunggu apalagi. Pegang hape dan install aplikasi ini sekarang juga. Jangan lupa ajak-ajak teman lainnya untuk install aplikasi ini. Mari sukseskan Program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara (MIMDAN)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Welcome to Waikiki 2

Setelah nonton drama Welcome to Waikiki 1 yang super parah sengkleknya, rasanya kurang afdol jika nggak nonton seri yang kedua x))