Waktu beres skripsi zaman kuliah, aku punya nazar untuk mengunjungi beberapa museum di Bandung ditemani teman satu kosan yang juga adik tingkat, Cici namanya. Ke Museum Geologi, Museum Pos Indonesia, Museum Asia Afrika, Museum Sri Baduga, dan museum-museum lainnya di Bandung yang sampai lupa nama-namanya, pokoknya terdokumentasi apik di zaman facebook x))
Jadi kalau travelling ke suatu tempat, biasanya kusempatkan main ke perpustakaan atau museum yang ada. Seantimainstream itu anaknya akutu x))
Nah, selama tinggal di Lampung, aku baru ke Museum Lampung dan Museum Dr. Swoning. Setelah menemani murid-murid unyu @osispksmandametro tempo hari, aku baru tahu ada Museum Transmigrasi yang ternyata sudah ada sejak tahun 2004 yang artinya sejak zaman aku masih sekolah. Seandainya dekat, rasanya pengen ajak murid-murid unyu @aktivissmanda untuk berkunjung ke sini, tapi sayangnya jauh di daerah Pesawaran x))
Transmigrasi merupakan sebuah program pemerintah yang sejatinya telah hadir sejak masa kolonial. Tujuan dimulai program transmigrasi adalah pemindahan dan penyebaran penduduk dengan maksud untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, serta menjadi pusat pengembangan wilayah baru. Hal ini dapat terwujud dengan memanfaatkan secara maksimal sumberdaya alam dan manusia dari daerah baru tersebut dan meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa melalui program terpadu dan lintas sektoral.
Tahun 1905 menjadi tahun yang penting bagi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda karena melahirkan satu program bersejarah yang mencoba menuntaskan masalah kepadatan penduduk yang menghantui Pulau Jawa. Sejak abad ke-19 M, Pulau Jawa sudah dikenal sebagai salah satu pulau terpadat di Nusantara. Untuk mengakhiri permasalahan tersebut, Pemerintah Kolonial bernisiatif untuk melakukan sebuah program sosial yang mana memindahkan sebagian penduduk dari Pulau Jawa menuju daerah yang kurang berpenghuni namun memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pusat daerah baru. Sehingga muncullah program yang dikenal sebagai program Transmigrasi.
Program transmigrasi pertama dilaksanakan di daerah Gedong Tataan, Karesidenan Lampung, pada bulan November 1905. Pemberangkatan pertama ini memberangkatkan 115 kepala keluarga yang berasal dari Kabupaten Karananyar, Kebumen, Purworejo dan Keresidenan Kedu. Mereka ditempatkan di desa inti pertama yang dibangun di Gedung Tataan. Kelompok kolonis pertama ini dipimpin oleh Asisten Residen Sukabumi H.G. Heyting yang ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pelaksana program percobaan yang penuh tantangan. Asisten Residen Sukabumi H.G. Heyting dibantu oleh Asisten Wedana Ronodimedjo dan dua orang mantri ukur. Mereka membuka lembaran pertama sejarah kolonisasi yang resmi diselenggarakan oleh pemerintah. Desa pertama diberi nama Bagelan, sesuai dengan nama desa asal mereka di Pulau Jawa.
Ada yang menarik dari program ini. Pertama, pemindahan dilakukan dengan sistem Bdeol Desa. Sistem ini dapat diartikan sebagai pemindahan satu desa dari tanah Jawa menuju tanah baru. Masyarakat dari satu desa tersebut akan pindah, tidak ada yang ditinggalkan. Sehingga, tidak hanya fisik yang berpindah, namun nilai dan sistem kemasyarakatan yang sebelumnya dianut di desa lama kembali diaplikasikan di tempat baru.
Pada masa kemerdekaan, program transmigrasi yang difasilitasi pemerintah Indonesia secara resmi dimulai pada tanggal 12 Desember 1950. Hal ini ditandai dengan pemindahan dan penempatan transmigran yang berjumlah 23 KK dari kecamatan Bagelen, Karesidenan Kedu, Jawa Tengah dengan tujuan Sukadana, Karesidenan Lampung sebanyak 2 KK dan ke desa Tugu Mulyo, Lubuk Linggau sebanyak 21 KK. Peristiwa tersebut menjadi tonggak sejarah perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sangat populer dengan transmigrasi.
Museum Ketransmigrasian berdiri sejak tahun 2004, diawali ide dari Bapak Pr. Dr. Ir. H. Muhajir Utomo, M. Sc, dimana pada saat itu beliau adalah Rektor Universitas Lampung sekaligus sebagai Ketua Umum Paguyuban Putra Putri Transmigrasi (Patri) sebagai putra transmigrasi di Lampung.
Peletakan batu pertama pembangunan Museum Ketransmigrasian dilakukan oleh Bapak Gubernur Lampung Drs. Syachroedin ZP, SH pada tanggal 12 Desember 2004 di Desa Bagelen Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Lampung Selatan bertepatan dengan Hari Bhakti Transmigrasi yang ke 54 tahun, dibangun di lahan seluas 6,6 hektar.
Ada beberapa koleksi Museum Ketransmigrasian yang dapat dibedakan berdasarkan fungsi dan kategori, yaitu:
1.
Koleksi Rumah Tangga: koleksi berupa peralatan yang digunakan untuk
kehidupan sehari-hari suatu keluarga. Misalnya; peralatan memasak atau
dapur.
2.
Koleksi Pencarian Hidup: koleksi yang digunakan secara berkesinambungan
dengan maksud mendapatkan penghasilan dan upaya memenuhi kebutuhan
hidup serta alat produksi. Contohnya peralatan berburu, bercocok tanam,
beternak, berkebun, mencari ikan, pertukangan dsb.
3.
Koleksi Transportasi: koleksi berupa sarana dan peralatan yang
digunakan sebagai sarana alat angkutan di darat, air dan udaraserta
sarana navigasinya. Contohnya alas kaki, alat seret, dsb.
4.
Koleksi Religi dan Budaya: koleksi yang berkaitan dengan sistem
rangkaian keyakinan, kekuatansupranatural, aktivitas upcara, dsb.
5.
Koleksi Ekonomi dan Administrasi. koleksi yang dipakai sarana dalam
perdagangan, keuangan, perindustrian, komoditas, cara transaksi, dsb.
6.
Koleksi Sejarah dan Geografi. Koleksi yang memiliki nilai historis,
digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa sejarah dan
berkaitan dengan koleksi, variasi keruangan atas fenomena fisik dan
manusia di atas permukaan bumi.Di belakang museum sebenarnya ada beberapa anjungan yang merepresentasikan para transmigran yang dulunya melakukan program transmigrasi. Tapi karena keterbatasan waktu, aku tidak sempat melihat langsung anjungan-anjungan tersebut. Tapi sempat diceritakan singkat oleh ibu petugasnya ada sekitar sepuluh anjungan, dan ada dua yang rusak terbakar karena jenis atapnya yang memang rentan terbakar.
Komentar
Posting Komentar