Langsung ke konten utama

REVIEW Little Women

 
"Orang boleh saja bohong, tapi uang selalu jujur."
 Waktu dramanya tayang, banyak banget yang bahas drama ini. Dan pas nonton langsung, memang sebagus itu dramanya. Ada banyak pesan moral yang kita dapatkan dari drama ini. Kerennya lagi, juga banyak selipan makna semiotika yang diselipkan drama ini. Memang terniat banget drama ini.
 


Jika mendengar judul dramanya, pasti pikiran kita langsung tertuju pada buku klasik Little Women yang juga sudah beberapa kali diangkat ke layar lebar. Buku klasik yang ditulis oleh Louisa May Alcott dengan latar belakang Massachusetts pada tahun 1868 ini memang menginspirasi penulis Chung Seo Kyung untuk membuat drama ini tapi versi kehidupan Korea. Jika versi Barat terdiri empat kakak adik, di drama ini terdiri dari tiga kakak beradik. 
 


Menurut Dwight V Swain dan Joye R Swain yang dikutip Maroeli Simbolon, ada tiga cara utama untuk mengadaptasi karya sastra ke film, yaitu mengikuti buku, mengambil konflik-konflik penting, dan membuat cerita baru. Selanjutkan ia mengatakan bahwa dari ketiga cara tersebut, cara ketiga adalah yang sering dilakukan. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Krevolin, seorang penulis skenario Hollywood dan pakar dari UCLA, bahwa ketika seorang penulis skenario mengadaptasi sebuah novel, maka ia tak mempunyai hutang terhadap karya asli. Tugas seorang penulis skenario ketika mengadaptasi suatu karya ke dalam skenario film bukanlah mempertahankan sebanyak mungkin kemiripan dengan cerita asli, tapi membuat pilihan terbaik dari materi untuk menghasilkan skenario sebaik mungkin. Dengan demikian penulis skenario berhak mengambil keputusan lain berdasarkan interpretasinya.
 

 
Nah, untuk drama Little Women memilih yang poin ketiga: membuat cerita baru. Apalagi setting yang berbeda, tentu menghasilkan cerita dan konflik yang berbeda. Jika di buku bersetting kehidupan Massachusetts klasik, dalam drama ini bersetting Korea Selatan Modern. Persamaannya adalah ikatan antara kakak adik perempuan yang sama-sama bertahan hidup menghadapi kerasnya kehidupan. Tokoh memiliki kemiripan karakter meski tidak sama plek. 
 
 
 
Dalam buku, tokoh Meg sebagai kakak pertama tentu merasa memiliki tanggung jawab bagi adik-adiknya, meski kadang rada ceroboh dan gampang percaya dengan orang lain. Begitu juga dengan versi drama, kakak pertama bernama Oh In Joo merasa bertanggung jawab atas kelangsungan hidup adik-adiknya dan saking polosnya suka terpedaya akan uang dan laki-laki x))
 
 
 
 
 Begitu juga dengan anak tengah. Versi buku, ada tokoh bernama Jo yang pemberani. Sedangkan di dalam drama, ada Oh In Kyung yang idealis dan keras kepala. Jo dan Oh In Kyung ini setipe. Sama-sama pemberani. Saking beraninya sampai tidak memikirkan resiko yang akan ditanggung kemudian hari. 
 
 

Terakhir, ada anak bungsu yang selalu identik dengan manja dan seringkali menyebalkan. Begitu juga versi buku maupun adaptasi versi drama. Beth dalam buku, kerap iri dengan kehidupan kakak-kakaknya, bercita-cita ingin menjadi orang kaya karena dia bosan menjadi orang miskin. Mirip dengan Oh In Hye dalam versi drama, dia berusaha agar bisa keluar dari garis kemiskinan. Salah satunya adalah berteman dekat dengan teman sekelasnya yang merupakan anak tunggal dari calon kandidat walikota di daerah mereka dan bisa dipastikan mereka adalah keluarga kaya. Dengan mendompleng tinggal di rumah mereka, Oh In Hye merasa bisa lepas dari kehidupannya yang lama: kemiskinan demi bisa mewujudkan cita-citanya untuk sekolah di luar negeri.
 


Seperti yang sudah disampaikan sekilas di awal, jika drama ini menyelipkan banyak pesan moral. Pertama, kesenjangan sosial. Anak yang memiliki kecerdasan tapi hidup serba kekurangan, bisa dipastikan akan kalah saing dengan anak yang hidup serba berkecukupan dan memiliki previlege, ditambah orangtua yang memiliki jabatan dan koneksi. 
 
 

Kedua, uang bukan segalanya. Tapi segalanya butuh uang. Drama ini memperlihatkan relita kehidupan bahwa betapa susahnya jika tidak memiliki uang. Si miskin dan si kaya akan jelas sekali perbedaannya baik di lingkungan dan juga pandangan orang sekitar. Akan berbeda sekali perlakuannya terhadap si kaya dan si miskin. 
 


Ketiga, toxic parenty. Si kaya dan si miskin dalam drama ini sama-sama terjebak dalam toxic realtionship. Si miskin, Oh In Hye merasa Park Hyo Rin, temannya yang kaya raya ini hidupnya nyaris sempurna. Orangtua Park Hyo Rin sering adu mulut dan tanpa sadar membuat Park Hyo Rin sering mengalami panic attack dan ketergantungan dengan obat-obatan dari dokter. Oh In Hye, dari awal drama sudah terlihat sekali jika ibunya tidak bertanggung jawab atas kelangsungan anak-anaknya dan memilih mencari suaminya yang kabur dan anak-anak mereka harus menanggung beban utang ayah mereka. Belum sampai disitu, sang ibu pun mencuri uang anak-anaknya untuk menyusul sang ayah. Bahkan saat si bungsu sakit, ibunya tidak memiliki kecemasan terhadap sang anak yang sakit sekarat.
 

Keempat, inner. child. Ini yang luput dari para penonton. Won Sang A, ibu dari Park Hyo Rin ini nyaris seperti perempuan yang sempurna: cantik paripurna, memiliki suami kaya dan jabatan yang tinggi, juga berasal dari keluarga berada. Siapa sangka dia memendam inner child yang belum tuntas. Begitu juga dengan suaminya, Park Jae Sang yang memiliki latar belakang keluarga yang jauh dibandingkan keluarga istrinya yang kaya raya. Dia ingin membuktikan jika selama ini pantas menjadi menantu yang sepadan bagi mertuanya. Memiliki orangtua yang sama-sama memiliki inner child yang belum tuntas, memberikan dampak buruk bagi sang anak, Park Hyo Rin. Meski hidup serba berkecukupan, dia tetap merasa takut dan sendirian. Untuk itulah ia membujuk agar Oh In Hye agar tinggal dan belajar bersama dengannya secara tulus.

 

Kelima, hubungan persaudaraan. Drama ini mengajarkan kita bahwa tanpa disadari saling ketergantungan antar saudara satu sama lain. Sebenarnya itu bagus, tapi bukan berarti anak pertama menjadi sandwich generation yang harus menanggung tanggung jawab bagi orangtua maupun adik-adiknya. Begitu juga anak bungsu, juga berhak menentukan pilihannya sendiri tanpa harus terbebani dengan pilihan kakak-kakaknya.
 


Keenam, money loundry. Menurutku drama ini juga lumayan berani mengangkat tema ini, hal yang cukup sensitif untuk diangkat. Salut sih untuk para tim drama ini yang berani mengangkat tema ini.

 
Ketujuh, skandal dan perselingkuhan. Namanya kekuasaan dan jabatan tentunya tidak jauh-jauh dari skandal dan perselingkuhan. Harta, tahta dan wanita tentu menjadi ujian bagi para pria mapan. Ketika memiliki segalanya, wanita adalah ujian yang paling berat bagi seorang pria.
 
 

Kedelapan, trust issue. Jangan terlalu percaya dengan orang lain, sekalipun orang terdekat. Drama ini mengajarkan kita bahwa orang terdekat bisa jadi pengkhianat. Kita boleh baik dengan semua orang, tapi bukan berarti semua hal kita percayakan kepada orang lain. Kita tidak pernah tahu orang terdekat akan menusuk kita dari belakang. Dan jangan percaya dengan limpahan pemberian dari orang lain, bisa jadi ada maksud tersendiri yang mereka inginkan dari kita, termasuk bisa menjerumuskan kita.
 


Kesembilan, jodoh takkan kemana. Sejauh apa pun kita menghindar, jika jodoh ya pasti bertemu. Oh In Kyung yang lebih fokus ke karir dan keluarga, sampai lupa jika ada Ha Jong Ho yang selalu ada untuknya baik suka maupun duka. Seperti pepatah bilang: jodoh pasti bertemu x))

 
 Banyak kalimat favorit dalam drama ini:
1. Hidup kita sangat berberbeda dengan hidup orang-orang di televisi. Tidak boleh menginginkan hal yang sama seperti orang lain.
2. Kita bukan pengemis, ada orang yang suka memberi karena kita tampak miskin.
3. Orang boleh saja bohong, tapi uang selalu jujur.
4. Aku tidak masalah hidup miskin. Kita selalu hidup seperti ini. Namun, aku tidak mau menjadi pencuri karena miskin.
5. Manusia hanya bisa bersimpati, jika berada dalam situasi yang sama. 
6. Seberapa jauh orang yang berada di titik terendah bisa naik?
7. Menjadi orang kaya adalah pilihan, jika harus memilih antara menjadi orang kaya atau menikah, aku memilih menjadi kaya.
8. Ketika kau dewasa, dunia akan menamparmu.
9. Jangan pernah terintimidasi, apa pun itu, hidupmu jauh lebih penting.
10. Mau menjadi monster maupun manusia biasa, kamu harus menjadi diri sendiri terlebih dahulu.
11. Di dunia ini tidak ada yang lebih menyebalkan dari dua pecundang yang akrab. Kita sudah dikucilkan sekarang, akan lebih buruk jika kita akrab.
12. Jika kita tidak punya uang, kita akan meninggal.
 


Woy, Oppa ngapain nongol di sini sebentar jadi pelayan toko sepatu x))

 
 Pokoknya drama ini bagus banget buat ditonton. Anggrek biru misterius ini juga bagus dibahas dari sisi makna semiotika.



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Welcome to Waikiki 2

Setelah nonton drama Welcome to Waikiki 1 yang super parah sengkleknya, rasanya kurang afdol jika nggak nonton seri yang kedua x))