Ke Way Kalam ini sebenarnya Oktober tahun lalu, tapi kok ya gak sempat melulu buat postingannya, hehehe... Dan sayang banget kan ya kalo gak diabadikan dalam bentuk tulisan. Jadi lebih baik terlambat nulis daripada gak sama sekali x))
Sebenarnya ini bukan kali pertama aku ke air terjun yang ada di Lampung. Saat pandemi 2020, aku ke Way Lalaan yang sepi banget kala itu. Karena sepi, jadi ya bagus banget buat foto-foto di berbagai spot. Pernah aku ulas di SINI.
Nah, pas ke Way Kalam ini, auranya udah kayak pendakian ke curug-curug di Jawa Barat zaman kuliah alias masih alami dan lumayan jauh dari keramaian. Waktu ke sana, malam sebelumnya hujan deras, jadi bisa dipastikan jalan ke sana lumayan licin tapi terbantukan oleh tali tambang di sisi pendakian, jadi kalo terasa licin, kita bisa berpegangan dengan tali-tali tambang tersebut.
Kalo kata orang-orang yang ke sana, lumayan jauh dan cukup sulit, tapi menurutku sih masih aman. Memang kita akan mendengar suara-suara alami dari hewan-hewan yang tinggal di sana, yang penting jaga diri dan juga jaga lingkungan. Kalau kita pergi ke hutan, pantai, air terjun dan sejenisnya, kita harus tahu aturan, dan yang paling penting adalah tidak berbicara sembarangan juga tidak membuang sampah sembarangan.
Seger banget airnya. Apalagi abis ujan, kerasa banget dinginnya.
Way Kalam ini terbentuk hasil swadaya masyarakat. Jalannya bagus seperti ini karena merupakan jalur yang dikelola oleh Dinas Perhutanan.
Karena nggak ada yang jualan makanan, disarankan membawa perbekalan yang mengenyangkan ya:
Kalo perut udah kenyang, bisa aman buat basah-basahan meski airnya lumayan dingin karena malamnya abis ujan. Dan enak banget nggak ada orang lain selain kita x))
Karena masih lumayan alami, selain belum ada yang menjual makanan, juga belum ada tempat pemandian, hanya ada tempat untuk mengganti baju kita yang basah. Jadi kalo mau mandi, kudu keluar wilayah di sini, bisa menjadi masjid terdekat untuk membersihkan diri.
Komentar
Posting Komentar