Langsung ke konten utama

Aku, Dia dan Angka

Seorang teman adalah hadiah yang kita berikan kepada diri sendiri. -Robert Louis Stevenson-
Rasmira, namanya. Hanya tujuh kata. Karena itulah dia menyukai angka tujuh. Ya, kita selalu menyukai angka-angka tertentu. Angka yang bukan sekedar angka. Angka yang mempunyai makna tersembunyi di dalamnya. Angka yang membawa kita ke masa depan.
Jika Mira menyukai angka tujuh, aku menyukai angka dua. Angka dua selalu mengikuti jejak hidupku. Ketika umurku genap dua puluh, aku harus merelakan orang yang melahirkanku diambil cepat oleh-Nya. Ketika umurku dua puluh dua di tanggal dua puluh dua, aku musti membagi bapakku untuk orang lain.
Di umur itu, Mira menyemangatiku, “Sebuah putaran telah memberimu angka itu. Sebuah angka yang akhirnya menjadi umurmu. Umur hanyalah angka. Sekali lagi kukatakan: umur hanyalah angka. Dan biarkan aku cukup berkata sampai di situ tanpa perlu menjelaskannya. Karena keyakinan kau pun sudah mengerti maksudku.”
Ada angka yang membuat kita sama-sama menyukainya. Angka sebelas. Dimulai dari seminar hingga lulus kuliah. Sebuah waktu yang dipenuhi angka sebelas. Kami memulai seminar skripsi yaitu pengajuan judul di tanggal sebelas januari, bersama sebelas lelaki. Kami memilih tanggal tersebut karena terinspirasi “SEBELAS JANUARI”-nya Gigi. Kami berprinsip, suatu hari nanti jika kami mendengar lagu tersebut, akan mengingatkan kami mulai langkah menuju gerbang skripsi.
Kemudian, sebelas Maret. Semua pasti tahu bahwa sebelas Maret adalah hari Surat Perintah Sebelas Maret yang biasa disebut Supersemar, walaupun akhir-akhir ini kita meragukan sejarahnya. Di tanggal inilah kami memasuki tahap kedua skripsi, yaitu usulan masalah atau usmas BAB 1.
Kami berniat bisa lulus di bulan Agustus. Tentunya dengan banyak pertimbangan. Salah satunya agar sesuai dengan bulan semester. Perhitungan kami, jika kami lulus lebih dari bulan Agustus, kami akan menunggu tiga bulan lagi gelombang kelulusan berikutnya, yaitu bulan November.
Ternyata Tuhan berkata lain. Agustus, di bulan itu kami masih menjadi penonton ritual bertoga untuk kesekian kalinya. Kami tidak mungkin menyalahkan Tuhan. Kami mengakui, bahwa di bulan-bulan kemarin kami tidak berkonsentrasi penuh dengan skripsi. Kami terlalu terbuai dengan nikmatnya menjalani masa-masa magang. Mulai saat itu, kami berubah haluan. Keluar dari rel. Keluar dari zona nyaman. Kami bertekad, kami harus lulus. Lulus bukanlah kebanggaan kami semata, lulus adalah harapan orang-orang yang menyayangi kami.
Mira bilang, “Hari-hari ke depan yang akan menentukan masa depan kita sebagai mahasiswa dalam masa kritis. Kritis karena sudah disuruh lulus. Krisis karena sebenarnya pun kita ingin lulus. Begitu banyak yang menunggu. Bapak, Ibu, Kakak, Paman, Bibi, Sepupu, Tetangga. Negara, agama atau mungkin jodoh kita.”
Anugerah dari yang Kuasa, akhirnya kami bisa mengikuti sidang skripsi. Aku berada di urutan sebelas saat pendaftaran sidang. Alhamdulillah, tepat di bulan kesebelas kami menjalani skripsi, kami akhirnya bisa menyelesaikannya tepat di bulan kesebelas di tahun Masehi, yaitu bulan November. Kami pun, lagi-lagi bertemu dengan angka sebelas, karena kami lulus dengan sebelas teman lainnya.
Ya, hidup kami selalu dipenuhi angka-angka tertentu. Apakah kamu pernah merasakannya? Sesungguhnya itu adalah teka-teki dan Tuhan. Sebuah puzzle kehidupan. Kita tinggal menyusunnya menjadi satu rangkain yang sempurna.
Aku kembali mengingat kata-kata dari Mira, “Semoga dalam angka ini dapat tercapai citamu, semakin berguna dirimu untuk siapa saja, makin bisa kamu untuk ikhlas dan sabar, walau kutahu itu sangat susah, bersama kita kejar sarjana, hingga ayat-ayat cinta kita sampaikan pada bunda walaupun dia jauh di sana… pada bapak yang tetap laki-laki biasa, pada dunia yang tetap menjadi sekolah rimba. Pada semua nikmat-Nya yang sering kita lupa alih-alih mensyukurinya. Pada langit, hujan, awan, matahari dan senja. Pada sebuah mimpi yang lebih jauh dan gila. Apa mimpimu sekarang? Setelah ini dan nanti? Kau tahu mimpiku? Mimpiku hanya satu agar mimpi-mimpi kita tetap dipeluk oleh Tuhan. Tak lebih.”

Komentar

  1. bagus tulisannya :')
    hmm.. aku suka angka 9, tapi semoga gak lulus di semester 9 :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. gyahahaha...aku malah lewat dari semester sembilan... ~~~(/´▽`)/

      Hapus
  2. nice post ka :) terharu jadinya. doakan semoga daku segera menyusul menjadi sarjana yang barokah ilmu dan gelarnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih ya, semoga kelak menyusul ke ritual bertoga ;)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Tornado Girl 2

Ini adalah drama Cina tahun lalu. Diadaptasi dari novel, dengan penulis yang sama. Meski episodenya luamyan banyak, ada tiga puluh enam, niat nonton ini demi liat Ji Chang Wook :D #BelumBisaMoveOn