Langsung ke konten utama

Menuju Ritual Bertoga


Ada angka yang mengikutiku menuju masa depan. Angka sebelas. Dimulai dari seminar hingga lulus kuliah. Sebuah waktu yang dipenuhi angka sebelas. Aku memulai seminar skripsi yaitu pengajuan judul di tanggal sebelas Januari, bersama sebelas teman laki-laki seangkatan.  Tanggal tersebut dipilih karena terinspirasi “SEBELAS JANUARI”-nya Gigi. Suatu hari nanti jika mendengar lagu tersebut, akan mengingatkanku saat memulai langkah menuju gerbang skripsi.

Kemudian, sebelas Maret. Semua pasti tahu bahwa sebelas Maret adalah hari Surat Perintah Sebelas Maret yang biasa disebut Supersemar, walaupun akhir-akhir ini kita meragukan sejarahnya. Di tanggal inilah aku memasuki tahap kedua skripsi, yaitu usulan masalah atau usmas BAB 1.

Skripsiku memang tidak semulus skripsi teman-teman lainnya. Satu per satu mereka lulus lebih dahulu. Aku masih santai. Toh, dulu aku pernah ditantang dengan dosen pembimbingku, jika benar-benar mau ambil tema yang menjadi objek penelitianku saat itu, aku harus ambil resiko tidak bisa lulus cepat seperti yang lainnya. Dan aku menyanggupi konsekuensi itu.

Ada banyak kendala dalam pengerjaan skripsiku; dosen pembimbing yang terbang ke Perancis, referensi yang susah di dapat, dan yang rawan adalah tema objek penelitian yang kuangkat belum pernah ada dalam sejarah di jurusanku. Otomatis aku banyak dicecar dalam setiap bimbingan. Sebelum bimbingan, biasanya terlebih dahulu aku membaca buku yang pas untuk dijadikan referensi. Pernah suatu kali, dosen pembimbing menanyakan sebuah teori yang kupakai ada di buku apa, bahkan halaman berapa. Ada juga kendala teknis, dosen pembimbing yang satunya sedang hamil, jadi jika janjian bimbingan kerapkali gagal. Tak sekali dua kali, sudah janjian menunggu dari pagi sampai menjelang sore, dengan santainya dosen bilang sedang tidak mood. Bawaan jabang bayi, katanya. Duh, duhai skripsi….

Berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian. Toh, ternyata di kemudian hari aku tahu manfaatnya dari skripsiku  itu. Bukan hanya sekedar mendapatkan nilai menuju ritual bertoga. Bahkan hampir mengubah garis takdirku pasca lulus kuliah. Sesuatu yang tak terduga.

Aku berniat bisa lulus di bulan Agustus. Tentunya dengan banyak pertimbangan. Perhitungannya jika aku lulus lebih dari bulan Agustus, aku harus membayar biaya semester berikutnya. Hal itu lumayan beban, karena semenjak semester lima tepat pasca mama meninggal, aku harus membiayai kuliahku sendiri. Dan lagi jika tak lulus sesuai target, aku akan menunggu tiga bulan lagi gelombang kelulusan berikutnya, yaitu bulan November.

Ternyata Tuhan berkata lain. Agustus, di bulan itu aku masih menjadi penonton ritual bertoga untuk kesekian kalinya. Aku tidak mungkin menyalahkan Tuhan. Aku mengakui, bahwa di bulan-bulan kemarin aku tidak berkonsentrasi penuh dengan skripsi. Aku terlalu terbuai dengan nikmatnya menjalani masa-masa magang. Mulai saat itu, aku berubah haluan. Keluar dari rel. Keluar dari zona nyaman. Aku bertekad harus lulus. Lulus bukanlah kebanggaanku semata, lulus adalah harapan orang-orang yang menyayangiku
.
Temanku, Mira pernah bilang, “Hari-hari ke depan yang akan menentukan masa depan kita sebagai mahasiswa dalam masa kritis. Kritis karena sudah disuruh lulus. Krisis karena sebenarnya pun kita ingin lulus. Begitu banyak yang menunggu. Bapak, Ibu, Kakak, Paman, Bibi, Sepupu, Tetangga. Negara, agama atau mungkin jodoh kita.”

Aku terus berdoa agar bisa lulus jangan sampai melewati semester sebelas. Anugerah dari yang Kuasa, akhirnya aku bisa mengikuti sidang skripsi. Aku berada di urutan ke sebelas saat pendaftaran sidang. Alhamdulillah, tepat di bulan kesebelas aku menjalani skripsi, aku akhirnya bisa menyelesaikannya tepat di bulan kesebelas di tahun Masehi, yaitu bulan November. Aku pun, lagi-lagi bertemu dengan angka sebelas, karena lulus dengan sebelas teman lainnya.

Meskipun sidang skripsiku paling lama dibandingkan yang lain –dua setengah jam- di dalam ruangan tak terasa saat berhadapan dengan empat penguji skripsi. Karena terbiasa dibikin down saat bimbingan, saat sidang justru jadi kebal. Hasil skripsi selama sebelas bulan tidak sia-sia, hapal luar kepala. Bagaimana tidak ingat jika mengetik di tiap halamannya penuh perjuangan.

Setelah pengumuman hasil sidang, malamnya adalah malam ternikmat untuk istirahat. Tiada lagi beban skripsi yang baiasanya menghinggapi bahkan sampai menjelang tidur. Malam itu rasanya plong bangeeeeeettt…. :’)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Tornado Girl 2

Ini adalah drama Cina tahun lalu. Diadaptasi dari novel, dengan penulis yang sama. Meski episodenya luamyan banyak, ada tiga puluh enam, niat nonton ini demi liat Ji Chang Wook :D #BelumBisaMoveOn