Kemudian, sebelas Maret. Semua pasti tahu bahwa
sebelas Maret adalah hari Surat Perintah Sebelas Maret yang biasa disebut
Supersemar, walaupun akhir-akhir ini kita meragukan sejarahnya. Di tanggal
inilah aku memasuki tahap kedua skripsi, yaitu usulan masalah atau usmas BAB 1.
Skripsiku memang tidak semulus skripsi
teman-teman lainnya. Satu per satu mereka lulus lebih dahulu. Aku masih santai.
Toh, dulu aku pernah ditantang dengan dosen pembimbingku, jika benar-benar mau
ambil tema yang menjadi objek penelitianku saat itu, aku harus ambil resiko
tidak bisa lulus cepat seperti yang lainnya. Dan aku menyanggupi konsekuensi
itu.
Berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian.
Toh, ternyata di kemudian hari aku tahu manfaatnya dari skripsiku itu. Bukan hanya sekedar mendapatkan nilai
menuju ritual bertoga. Bahkan hampir mengubah garis takdirku pasca lulus
kuliah. Sesuatu yang tak terduga.
Aku berniat bisa lulus di bulan Agustus.
Tentunya dengan banyak pertimbangan. Perhitungannya jika aku lulus lebih dari
bulan Agustus, aku harus membayar biaya semester berikutnya. Hal itu lumayan
beban, karena semenjak semester lima
tepat pasca mama meninggal, aku harus membiayai kuliahku sendiri. Dan lagi jika
tak lulus sesuai target, aku akan menunggu tiga bulan lagi gelombang kelulusan
berikutnya, yaitu bulan November.
Ternyata Tuhan berkata lain. Agustus, di bulan
itu aku masih menjadi penonton ritual bertoga untuk kesekian kalinya. Aku tidak
mungkin menyalahkan Tuhan. Aku mengakui, bahwa di bulan-bulan kemarin aku tidak
berkonsentrasi penuh dengan skripsi. Aku terlalu terbuai dengan nikmatnya
menjalani masa-masa magang. Mulai saat itu, aku berubah haluan. Keluar dari rel.
Keluar dari zona nyaman. Aku bertekad harus lulus. Lulus bukanlah kebanggaanku
semata, lulus adalah harapan orang-orang yang menyayangiku
.
Temanku, Mira pernah bilang, “Hari-hari ke depan
yang akan menentukan masa depan kita sebagai mahasiswa dalam masa kritis.
Kritis karena sudah disuruh lulus. Krisis karena sebenarnya pun kita ingin
lulus. Begitu banyak yang menunggu. Bapak, Ibu, Kakak, Paman, Bibi, Sepupu,
Tetangga. Negara, agama atau mungkin jodoh kita.”
Aku terus berdoa agar bisa lulus jangan sampai
melewati semester sebelas. Anugerah dari yang Kuasa, akhirnya aku bisa
mengikuti sidang skripsi. Aku berada di urutan ke sebelas saat pendaftaran
sidang. Alhamdulillah, tepat di bulan kesebelas aku menjalani skripsi, aku
akhirnya bisa menyelesaikannya tepat di bulan kesebelas di tahun Masehi, yaitu
bulan November. Aku pun, lagi-lagi bertemu dengan angka sebelas, karena lulus
dengan sebelas teman lainnya.
Meskipun sidang skripsiku paling lama
dibandingkan yang lain –dua setengah jam- di dalam ruangan tak terasa saat
berhadapan dengan empat penguji skripsi. Karena terbiasa dibikin down saat bimbingan, saat sidang justru
jadi kebal. Hasil skripsi selama sebelas bulan tidak sia-sia, hapal luar
kepala. Bagaimana tidak ingat jika mengetik di tiap halamannya penuh
perjuangan.
Setelah pengumuman hasil sidang, malamnya adalah
malam ternikmat untuk istirahat. Tiada lagi beban skripsi yang baiasanya
menghinggapi bahkan sampai menjelang tidur. Malam itu rasanya plong
bangeeeeeettt…. :’)
Komentar
Posting Komentar