Langsung ke konten utama

REVIEW Emily in Paris


Sebenarnya udah nonton ini dua bulan yang lalu, tapi baru buat postingannya sekarang x)) Udah lama banget gak nonton serial Barat, efek kerajunan drama Korea. Padahal dulu zaman kuliah, lumayan hobi nonton serial Barat x))
Tergerak nonton ini soalnya happening banget dibahas di twitter pas Oktober 2020. Jika suka serial semacam Sex & The City, dipastikan juga suka juga serial ini. Selain kreatornya juga sama, Darren Star, tema yang diangkat pun setipe: mengangkat kehidupan perempuan di masyarakat urban.

Emily yang diperankan Lily Collins ini tipe pekerja zaman sekarang: dilema antara meniti karir dengan merelakan relationshipnya yang awalnya baik-baik saja tapi akhirnya terkendala LDR x))

Ternyata tidak hanya di Indonesia saja. sebagai anak baru, Emily lumayan cukup menderita. Perihnya, pas awal-awal malah sering nggak dianggap. Kamu tak sendiri, Emily x)) #pengalaman. Memang, dunia kerja itu tak seindah yang dibayangkan. Tidak hanya punya otak yang cerdas, tapi yang paling penting juga butuh mental yang sekuat baja, terutama dalam menghadapi lingkungan kerja yang tidak mendukung. Makanya jangan heran jika banyak fresh graduate yang gampang down pas awal-awal masuk kerja, dimarahin dikit nangis, dikasih beban dikit udah ngeluh, dan gampang banget putus asa lalu berakhir resign. Bisa belajar dari kehidupan Emily dalam drama ini yang sebenarnya banget pembelajaran yang bisa kita ambil terutama di dunia kerja.

1. Harus punya mental baja. Emily dikirim oleh perusahaannya Gilbert Group, sebuah perusahaan marketing ke Paris selama setahun di perusahaan agensi menggantikan atasannya yang sedang hamil. Meski statusnya marketing executive, bukan hal mudah baginya bekerja di tempat baru. Apalagi dia tidak bisa berbahasa Prancis, hal yang lumayan fatal jika bekerja di suatu negara yang menjunjung tinggi bahasa ibu mereka x))




Sikap senewen sang pimpinan biasanya tanpa disadari dipengaruhi kehidupan pribadi mereka yang tidak bahagia, lalu dilampiaskan kemarahan mereka ke anak buah. Tampak tegar, padahal mah aslinya hati rapuh serapuh-rapuhnya x))

2. Menghadapi gegar budaya. Jangankan beda negara, beda tempat kerja aja pasti siklus kerjanya juga berbeda. Apalagi beda negara yang merupakan warga Amerika Serikat, lumayan kaget dengan kehidupan di Paris: mulai jam kerja menjelang siang, warga Paris ketus jika kita tidak bisa berbahasa Prancis, dan sebagainya. Daripada mengeluh dan mengeluh, Emly berusaha menyesuaikan dengan lingkungan di sana. Misal, jika di Chicago terbiasa bangun pagi lalu ke kantor, di Paris setelah bangun pagi melakukan olahraga rutin sembari menunggu jam kantor yang lumayan siang.

3. Kenali karakter pemimpin dan teman kerja. Di awal sudah disebutkan jika Emily langsung nggak dianggap sejak hari pertama kerja. Di Paris, Emily punya bos perempuan. Dimana-mana, pimpinan perempuan cenderung riwil dibandingkan bos laki-laki. Banyak mau dan juga tidak mau kalah dari bawahannya. Super sensitif pokoknya. Dan harus pintar-pintar membaca situasi, tapi bukan menjilat loh ya. Maksudnya gini, pas si bos lagi nggak mood, ya kita gak usah ngadep minta ini itu, yang ada nanti malah dilempar ama bom atom yang bisa meledak kapan saja x))

Begitu juga dengan rekan kerja. Di sini, ada beberapa rekan kerja yang masih mau berkomunikasi dengan Emily, meski tak jarang mereka bermuka dua. Emily di sini berusaha mengambil hati para rekan kerjanya tanpa menjilat.

3. Perluas jaringan. Siapa sangka, Emily yang dulunya tidak kenal siapa-siapa di Paris, perlahan Emily mulai mengenal orang-orang penting yang nantinya akan menunjang pekerjaannya.

4. Perluas pertemanan. Selalu mendapat muka ketus, termasuk saat ingin membeli bunga di pinggir jalan karena tidak bisa berbahasa Prancis, akhirnya Emily menemukan seorang teman yang tak sengaja dikenalnya di jalan, dan mematahkan sterotipe negatif tentang warga Prancis.

5. Tunjukkan bakat kita dengan praktek, bukan sekedar bacot semata. Emily yang selalu nggak dianggap, akhirnya bersuara atas hal-hal yang mengusiknya. Salah satunya ini, saat Emily mengemukan pendapatnya tentang sebuah iklan yang sedang mereka garap terlalu mengeksploitasi perempuan.


6. Berteman dengan orang lain di luar lingkungan kerja. Siapa sangka, dari klien bisa menjadi tempat inspirasi. Salah satunya ini, saat Emily mewawancari seorang model sebuah iklan yang sedang digarap perusahaannya.

7. Curhat dengan orang lain yang dipercaya bisa membuat hati plong daripada hanya dipendam sendiri. Selama di Paris, akhirnya menemukan teman yang klik. Seorang pengasuh cantik yang ternyata anak orang kaya di negara asalnya, Tiongkok. Yang aku suka dari pertemanan mereka adalah selain support, juga tidak pernah saling menjatuhkan satu sama lain. Suka banget dengan pertemanan mereka :*
 


Kita juga belajar dari pengalaman hidup dari kisah temannya Emily ini bahwa masalah itu tidak hanya dihindari, tapi dihadapi. Ya, teman Emily ini kabur ke Prancis karena menghindari masalah yang menerpanya di negara asalnya.


8. Pisahkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Bos Emily, yang tidak menyukai Emily sejak awal kehadirannya di kantor mereka, makin berlipat ketidaksukaannya pada Emily karena membahas pekerjaan di saat mereka sedang menghadiri pesta yang harusnya menjadi tempat untuk bersenang-senang melepaskan kepenatan setelah bekerja.

9. Maksimalkan sosmed untuk pekerjaan. Daripada curhat gak jelas yang berakhir mengumbar kehidupan pribadi menjadi konsumsi publik, lebih baik sosmed digunakan untuk hal-hal yang positif. Seperti Emily ini, pernah diundang ke acara launching suatu produk, menjadi BA sebuah produk, dan amazingnya berkat sosmed, First Lady Brigitte Macron tertarik akan meme yang dibuat Emily, bahkan me-retweetnya. Begitulah kekuatan sosmed, menjadi semacam marketing yang dijalankan di era serba digital ini. 

10. Terkadang pimpinan yang menyebalkan juga bisa menjadi pahlawan dalam kesulitan yang dihadapi. Sebenci-bencinya atasan pada Emily, dia juga ikut bertanggung jawab atas jam mahal yang dibawa klien mereka melebihi batas waktu yang telah ditentukan di kertas kontrak.

Begitu juga saat menghadapi klien super senewen, sang pimpinan pun turun tangan.

11. Menghadapi tipe-tipe klien. Menjadi super star, bukan berarti punya attitude yang bagus. Begitulah salah satu klien yang dihadapi Emily. Super rempong dan banyak mau. Ini memang sering di kejadian nyata, soalnya pernah mengalamin juga jadi LO penulis ternyata ribet, apalagi jadi LO artis mega bintang yang dihadapi seperti Emily ini ya x))

Begitu juga dengan klien lainnya; designer senior yang bisa dikatakan mengidap star syndrom. Di kehidupan nyata, kita banyak menemukan orang-orang sepuh yang seperti ini. Mereka lupa bahwa terus tumbuh dan berkembang, dan juga muncul bibit-bibit baru yang mau tidak mau akan menggeser popularitas mereka.


Nggak lengkap rasanya jika Paris tanpa cowok-cowok kece x)) Tidak bisa bertahan lama menjalani LDR dengan pacarnya yang ada di Chicago, Emily lumayan cepat soal move on. Orang cantik mah bebas x))

1. Pertama, ada Gabriel, salah satu penguni di apartemen yang sama dengan Emily tinggal. Bermula dari salah masuk kamar karena keliru menghitung lantai yang dinaikinya, Emily jadi akrab dengan tetangga beda lantai satu apartemen ini. Seperti yang pernah teman ceritakan saat ke Paris, memang banyak cowok-cowok ketje di sana, tapi hati-hati jangan mudah terbius dengan pesona mereka, soalnya banyak juga yang ternyata adalah copet. Kalo yang ini mah rela, dicopet hatinya ama cowok cem Gabriel ini, hahaha... x))

2. Klien terkadang seperti menyelam sembari minum air. Salah satunya ini, keponakan dari designer kondang yang merupakan salah satu klien Emily ini, menaruh hati padanya. 

3. Emily yang merasa kesepian setelah putus dari mantannya, gak sengaja ketemu seorang dosen semiotika yang menurutnya langsung klik dengannya. Sayangnya, setelah mencoba hubungan baru, dosen ini tipikal sok dan iyess banget gitu. Suka merendahkan pencapaian orang lain. Cowok cem gini mah mending tendang ampe Timbuktu aja, hahaha... x))

4. Hati-hati dengan pesona pria Paris. Salah-salah malah keperosok dengan brondong yang sebenarnya cocoknya jadi adiknya Emily ini x))

Komentar

  1. berbagai bonus besar menanti di IONQQ
    ayo di tunggu apa lagi, segera bergabung bersama kami di IONQQ
    WA: +855 1537 3217

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Welcome to Waikiki 2

Setelah nonton drama Welcome to Waikiki 1 yang super parah sengkleknya, rasanya kurang afdol jika nggak nonton seri yang kedua x))