Ketika kita berkunjung ke Pulau Jawa dan tahu bahwa kita berdomisili di Lampung, pertanyaan yang paling sering ditujukan kepada kita adalah ‘Sebelah mananya Metro?’. Begitu juga ketika kuliah di Jawa, khususnya di Yogyakarta, jika melihat plat motor BE (plat kode Lampung), biasanya akan disapa seperti ini; ‘Anak Metro ya?”
Sebegitu terkenalkah Metro dibandingkan kabupaten lain? Padahal Metro merupakan kota paling kecil dibandingkan kabupaten lain yang ada di Lampung. Mungkin karena lokasinya yang kecil dan penduduknya lebih sedikit dibandingkan dengan kabupaten lain, Metro lebih berkembang pesat karena administrasinya lebih teratur. Misalnya saja nih, untuk urusan kepegawaian, Kota Metro sudah memakai sistem absen via sidik jari/ muka dan gaji pun via ATM. Beda halnya dengan kabupaten lain; absen masih manual yang gampang banget dimanipulasi dan gaji pun kudu ambil di bendahara instansi masing-masing. Dari situ saja sudah terlihat sekali perbedaan Metro dibandingkan kabupaten lainnya di Lampung kan?!? :D
Metro
juga identik sebagai Kota Pendidikan. Dari jenjang Paud sampai Perguruan Tinggi
pun komplit ada di Metro. Khusus untuk perguruan tinggi, selain banyaknya
jurusan pendidikan yang tersedia, ada juga perguruan tinggi khusus olahraga.
Perguruan tinggi khusus olahraga ini, untuk di Sumatera hanya ada dua; di Medan
dan di Metro. Keren kan? ;)
Metro
juga identik dengan suku Jawa. Jika kita ke pasar, percakapan antara pembeli
dan pedagang menggunakan bahasa Jawa. Kenapa bisa begitu? Karena 70% warga
Metro memang bersuku Jawa. Tidak hanya itu, daerah-daerah yang ada di Metro pun
mengadopsi nama-nama daerah di Pulau Jawa; Banjarsari, Wonosari, Magelangan,
Purwosari, dan lain-lain. Setiap daerah, menggunakan angka untuk sebutan
daerahnya. Misalnya tempat saya tinggal yaitu daerah 28 Purwoasri. Tempat saya
bekerja daerah 16a Mulyosari. Angka-angka tersebut bukan nomer rumah, tapi
penyebutan nama daerah.
Ada
cerita tersendiri kenapa Metro identik dengan segala hal beraroma Jawa. Dulu,
sekitar tahun 1936, ada semacam transmigrasi besar-besaran dari Jawa ke
Lampung. Dulu namanya program kolonisasi. Mulanya lokasi kolonisasi berada di
Gedongwani-Sukadana. Namun tidak berjalan baik. Ratusan keluarga kolonis itu
kemudian dipindahkan ke lokasi lain, yaitu di Gedongdalem.
Menurut
buku yang memuat sejarah Metro, daerah baru berupa bedeng-bedeng dan lahan
pertanian yang ditempati pendatang asal Pulau Jawa itu dinamai Metro. Nama
Metro diambil dari kata ‘mitro’ (bahasa Jawa) yang berarti saudara atau teman.
Namun, versi lain menyebutkan Metro berasal dari kata ‘meterm’ (Bahasa Belanda)
yang berarti pusat atau sentral.
Karena
pertumbuhannya yang cepat, tahun 1937, Metro dijadikan tempat kedudukan Asisten
Wedana dan sebagai pusat pemerintahan Onder
District Metro. Kemudian pada tahun 1945-1956, Metro menjadi sebuah
kawedanan, masuk Kabupaten Lampung Tengah. Dua belas tahun kemudian, tepatnya
27 April 1999 kota yang memiliki luas 68,74 km2 ini menjadi kota yang berdiri
sendiri. Sampai sekarang, Metro baru memiliki dua walikota; yang pertama sekali
pemerintahan dan yang kedua dua kali masa jabatan. Di akhir Agustus tahun ini,
Kota Metro tidak memiliki walikota sampai pilkada nantinya.
Pembangunan
Kota Metro memang tidak bisa dipisakan dari peran pemerintahan Belanda melalui
penerapan program kolonisasi. Warga Metro memiliki sejarah kebersamaan yang
panjang. Bukan hanya kebersamaan antara sesama pendatang dari Pulau Jawa, tapi
juga kebersamaan antara warga pendatang dan penduduk asli. Nilai-nilai
kegotongroyongan masih menjadi bagian sangat penting bagi warga Metro. Poin
inilah yang sepertinya harus diikuti kabupaten lain di Lampung jika ingin maju,
dinamis dan berkembang seperti Metro ;)
Saya pernah ke Lampung, yang unik setiap bangunan suka ada siger/mahkota y mba?itu ciri khasnya y?
BalasHapusKalo di Bandar Lampung, memang diwajibkan setiap bangunan baik perkantoran maupun tempat usaha menampilkan siger Lampung di depan bangunan. Semoga bisa diikuti oleh Kabupaten lain di wilayah Lampung lainnya, termasuk Metro ;)
HapusPasti metro dulu daerah transmigrasi yaaa
BalasHapusIya, makanya 70% warganya berpenduduk keturunan Jawa :))
HapusKak, klau mau tanya2 soal transmigrasi metro data2 org2 di setiap bedeng2 itu dimana ya? Kita harus pergi kemana? Tolong di bantu dong kak, soal nya mau melakukan penelitian sejarah
BalasHapusBisa ke Jurusan Sejarah di Universitas Muhammadiyah Metro ya. Mereka punya semacam jurnal atau buletin tentang sejarah Metro, lumayan lengkap.
Hapus