Langsung ke konten utama

Membingkai Diri



Saya besar di lingkungan yang penuh dengan keberagaman budaya, suku, ras dan agama. Saya terbiasa dengan perbedaan. Tidak pernah menganggap perbedaan itu menjadi kendala. Saat kecil, menjadi muslim yang saya tahu adalah (hanya) sholat, puasa, zakat dan ngaji. Bila mampu, naik haji. Sewaktu saya kecil, masih jarang perempuan mengenakan jilbab. Paling banyak adalah ibu-ibu, termasuk almarhum mama saya. Di sekolah, saat SMP hanya ada segelintir siswi yang mengenakan jilbab. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Beranjak ke bangku SMA, walaupun jumlah siswi yang mengenakan jilbab lebih banyak dibandingkan saat SMP, saya masih belum ada niatan untuk menutup aurat. Meskipun saya sudah tahu bahwa menutup aurat itu suatu kewajiban, walaupun saya sudah banyak membaca buku-buku islami, entah kenapa hati saya belum tergerak. Mama pun tak pernah memaksa, mama pernah bilang; “Nduk, kalau mau pake jilbab harus dari hati. Kenakan saat kamu siap.”
Sebenarnya saat mengenyam masa kuliah, saya sudah berniat untuk mengenakan jilbab. Entah kenapa, lagi-lagi niat itu (kembali) tertunda. Baru saya sadari bahwa keragu-raguan itu adalah bisikan dari setan. Akhirnya niatan berjilbab kembali muncul ke permukaan saat ulang tahun ke sembilan belas. Gagal lagi. Menginjak semester kedua pun belum berjilbab. Di semester ini saya (yang masih belum berjilbab) justru terpilih memangku jabatan menjadi pemimpin redaksi bulletin musholla kampus. Duh, agak berat juga ya, apalagi dengan label ‘belum berjilbab’!!
Pernah suatu hari ada yang mengirim sms, kira-kira begini isinya; “Belum pakai jilbab kok jadi pemred bulletin musholla?!?” JLEBB!! Itu saya terima tidak hanya sekali, tapi beberapa kali. Maksud si pengirim sms pasti baik. Dia berpikir bahwa saya (yang waktu itu belum berjilbab) tidak pantas menjadi pemred bulletin musholla. Mungkinkah dianggapnya ahlak saya kurang baik karena belum mengenakan jilbab??
Justru disitulah tantangannya, semenjak itu saya mulai mempelajari Islam secara lebih mendalam. Mencari referensi bulletin atau majalah Islam. Membaca buku-buku Islam walaupun sudah saya lakukan sejak SMA, kali ini membaca buku yang lebih berisi dan bergizi. Buku-buku Islam itu belum ada yang membuat hati saya bergetar, atau memang hati saya yang bebal ya?!? :p
Suatu hari, saat saya ke Palasari (surganya buku di Bandung) mampir ke salah satu toko buku favorit saya. Perhatian saya tertuju pada sebuah buku yang berjudul Agar Bidadari Cemburu Padamu-nya Salim A. Fillah. Buku yang saya beli ini sudah masuk cetakan kelima.
Saya punya kebiasaan saat membaca. Jika membaca harus langsung selesai hari itu juga. Begitu juga dengan buku bersampul pink ini. Isinya sangat perempuan sekali. Hati saya bergetar saat membaca Bab 2: Dan Kaupun Semakin Memesona. Aduhai, menyentuh sekali tulisannya. Saya sudah banyak membaca buku yang membahas tentang kewajiban berjilbab, tapi selalu saya baca hanya angin lalu saja. Mungkin karena isi tulisannya yang kaku dan berat. Buku ini sangat berbeda. Yang paling membuat saya bergetar adalah penulisnya seorang laki-laki. Duh, malunya!! Masak yang mengingatkan justru seorang laki-laki?!? @_@
Entah kenapa sejak membaca buku itu, dalam pikiran saya selalu terngiang surat Al Ahzab, ayat 59:
“…Hendaknya mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karenanya mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “
Begitu juga dengan surat Al A’raf, ayat 26:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian yang indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
  Saat libur panjang. Saya pulang ke rumah. Mama bilang; “Nduk, kapan pakai jilbab? Nanti keburu mama pergi loh…” Walaupun diucapkan mama dengan nada bercanda, justru saya merasa perkataan itu seperti isyarat.
Di kampus banyak mahasiswa berjilbab justru membuat saya makin ragu. Apa yang sebenarnya membuat saya ragu? Mereka berjilbab karena belum sesuai syariah. Baju berlengan tigaperempat. Jilbab cekak, memperlihatkan lehernya. Baju pas bodi, bahkan terkadang pusarnya terlihat! Yang lebih mengerikan adalah ada beberapa mahasiswa yang sengaja menggunakan jilbab untuk menutupi lehernya yang habis jadi korban pacarnya!! Astagfirullah!!
Banyak yang belum berjilbab (termasuk saya) berdalih dengan alasan ingin menjilbabkan hati terlebih dahulu, baru kemudian menjilbabkan diri. Saya berpikir, kalau menunggu ahlak kita baik, kapan akan siap berjilbabnya?!? Iya, kalau sama Allah dikasih umur panjang, kalau udah keburu dipanggil oleh-Nya, gimana dong??
Tanpa berpikir dua kali, masuk semester tiga akhirnya memutuskan mengenakan jilbab. Walaupun ahlak saya masih pas-pasan. Walaupun ngaji saya belum merdu. Walaupun sholat masih sering di ujung waktu. Walaupun hapalan saya masih berupa surat-surat pendek. Walaupun belum menutup aurat dengan sempurna sesuai syariah. Dan masih banyak walaupun-walaupun lainnya yang masih melekat dalam diri saya.
Tapi, percayalah bahwa semua itu butuh proses. Justru dimulai dengan saat berjilbablah saya mulai benar-benar mendalami Islam dengan hati nurani tanpa paksaan. Dengan berjilbab, contoh kecilnya adalah lebih disegani bila di jalan, tanpa khawatir ada yang mengganggu atau menggoda. Hidayah itu bukan datang sendiri, justru kitalah yang harus mendatangi hidayah-Nya.
Tak terasa, tahun ini genap tujuh tahun saya berjilbab. Terima kasih kepada Allah yang masih memberikan kesempatan kepada saya untuk merasakan indahnya Islam. Terima kasih kepada almarhum mama yang tak pernah bosannya mendorong saya untuk berjilbab, untunglah mama masih sempat melihat saya berjilbab walaupun cuma setahun. Dan yang terakhir, terima kasih pada Salim A. Fillah yang telah menuliskan buku Agar Bidadari Cemburu Padamu mampu membukakan pintu hati saya.
Semoga, kelak suatu saat nanti saya bisa membakar cemburu para bidadari-bidadari di surga!! Amiiiinnn… (>,^)









Pose favorit --> bersama buku-buku:












Semoga kita bukan golongan seperti ini yaaa... :))

Tulisan ini disertakan dalam



Komentar

  1. huehehe pose andalan menggambarkan kecintaan akan buku yah ^^

    *oya, ikutan #MenulisMuharram yuk ;)
    bisa cek disini: http://bit.ly/HlVEya

    BalasHapus
  2. hai mba kunjungan perdana nie..salam kenal sesama orang lampung

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal kembali, yuk main di blogku yang lain; blog buku:
      http://luckty.wordpress.com/

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Welcome to Waikiki 2

Setelah nonton drama Welcome to Waikiki 1 yang super parah sengkleknya, rasanya kurang afdol jika nggak nonton seri yang kedua x))