Langsung ke konten utama

REVIEW Petualangan Sherina 2

 
 Sebenarnya gak ada niatan nonton Petualangan Sherina 2 di hari pertama tayang karena memang gak tahu hari tayangnya, kirain masih Oktober. Ternyata pas hari Kamis, tanggal merah di akhir September adalah hari pertama Film Petualangan Sherina 2 tayang. Ya langsung gaslah buat nonton. Belum buka bioskop aja udah rame banget penonton yang antri di pintu depan bioskop, dan seumur-umur baru kali ini aku nonton selama di Lampung, antrinya ampe full. Karena pas cek, di jam pertama kursi yang kosong tinggal kursi-kursi bawah, demi kenyamanan akhirnya pilih jam tayang yang kedua jadi masih bisa pilih kursi yang atas karena lebih nyaman buat nonton x))

Awalnya, film ini ada wacana digarap tahun 2019, karena saat tahun 2020 adalah pas bertepatan dengan 20 tahun film pertamanya tayang. Berhubung di tahun 2020 ternyata covid, jadi kemungkinan besar film ini gagal diproduksi. Kabar baiknya, tahun 2022 film ini mulai digarap, dan finally setelah 23 tahun penantian panjang sejak 2000 saat aku masih SMP, akhirnya bisa nonton sekuelnya yang pas nonton bikin senyum-senyum sendiri x))
 


Aku nonton ama adekku, yang terpaut umur 8 tahun. Bisa dipastikan dia tidak memiliki memori akan film Petualangan Sherina yang pertama karena saat itu ia masih anak-anak, kalau aku saat itu sudah SMP jadi ya sedikit banyak masih ingat akan memori filmnya yang pertama x))
 
 

Aku nggak mau spoiler akan filmnya karena biarlah penonton memiliki kenangan tersendiri saat menontonnya sembari mengenang masa kecil. Tapi ada hal menarik dari sisi semiotika yang bisa kita tangkap dalam film ini. Sherina dan Sadam dalam film sekuel ini adalah representasi kehidupan mereka saat dewasa: karir yang dipilih sesuai jalan masing-masing. Sherina yang dari kecil terlihat ambisius dan pemberani, tanpa disadari tumbuh menjadi alpha woman yang ambisus dan pemberani. 
 

 
Ciri-ciri alpha woman yang dimiliki Sherina dalam film ini:
1. Sangat percaya diri dalam karirnya sebagai jurnalis terkenal di NEX TV. Tipikal mbak-mbak karir yang sibuk dengan pekerjaannya. Sampai ada scene sekilas yang mengisyaratkan banyaknya pekerjaan yang diemban, sampai tidak ada waktu untuk nge-date x))
2. Sebagai jurnalis yang cukup diandalkan, Sherina sempat tidak terima ketika pimpinannya tidak memilih timnya untuk berangkat liputan ke World Economic Forum di Swiss. Pimpinannya justru memerintahkannya untuk liputan tentang lingkungan hidup di Kalimantan, khususnya tentang orang hutan. Meski sempat kecewa karena keputusan pimpinannya yang menurutnya tidak objektif karena lebih mengutamakan keponakan sang pemilik TV, akhirnya Sherina tetap menjalankan tugasnya untuk liputan ekslusif ke hutan belantara di Kalimantan.
3. Memiliki kepercayaan diri yang luar biasa juga kembali ditampilkan ketika Sherina akan balik ke Jakarta karena pihak TV menyuruhnya untuk cepat kembali ke Jakarta agar liputan untuk wawancara dengan bapak presiden, Jokowi.
4. Berjiwa pemimpin tanpa rasa takut alias berani mengambil resiko. Sama halnya seperti Sherina saat masih kecil, tanpa sadar Sherina lebih mendominasi Sadam yang notabenenya adalah laki-laki. Saat kecil dulu, Sadam memang tipikal anak orang kaya yang manja, apalagi dengan panggilan 'Yayang' x)) Saat dewasa pun, Sherina juga lebih pemberani dibandingkan Sadam: nekat mengikuti pencuri Sayu, si anak orang utan, inisiatif naik perahu geteka yang mau tidak mau Sadam harus mengikutinya karena tidak mungkin meninggalkan Sherina di hutan belantara, bahkan Sherina juga lebih berani menghadapi para penjahat dalam film ini dibandingkan Sadam x))
 


Realita dunia kerja juga cukup apik digambarkan dalam film ini baik dari sisi Sadam maupun Sherina. Selain yang sudah dijabarkan dari sisi alpha woman yang dimiliki Sherina, sebenarnya Sherina sempat berniat resign dari pekerjaannya saat tidak dipilih oleh pimpinan untuk liputan ke Swiss. Berpikir untuk resign memang gampang sekali diucapkan bagi para pekerja produktif sekarang, yang tanpa disadari menunjukkan lemahnya mental saat menghadapi masalah atau hambatan dalam pekerjaan. Meski seringkali mengeluh untuk resign, tapi ya tetap kerja juga ujung-ujungnya sambil sambat x))
 

 
 Sadam yang sudah tumbuh dewasa, sengaja menghilang dari kehidupan Sherina. Menepi dari keramaian Jakarta. Dan memilih bekerja sebagai program manager di LSM bernama OUKAL (Orang Utan Kalimantan). Setelah cukup lama, hilang kontak, mereka dipertemukan di hutan belantara Kalimantan dan kita akan menemukan alasan kenapa Sadam sempat menjauh dari Sherina :')

 
 Beberapa trivia yang mengingatkan kita akan scene dalam film yang pertama, kita temukan kembali dalam film sekuelnya ini: serabi rumah yang disajikan di rumah orangtua Sherina, donat kampung yang disajikan saat kali pertama Sherin datang ke OUKAL, tas andalan Sherina saat berpetualang, sempat juga ditampilkan piano di rumah Sherina, juga bekal yang selalu dibawa Sherina. Sayangnya gak ditemukan trivia scene Sherina memakai handsaplast yang sempat ikonik di film pertama. Jika dulu kemana-mana Sherina suka makan permen coklat chacha, saat dewasa membawa bekal biskuit, mungkin disesuaikan dengan sponsor film x))

Saat Sherina dan Sadam terjebak di gudang pabrik yang lama terbengkalai, mengingatkan kita akan kenangan di film lama saat Sherina dan Sadam terjebak di Observatorium Boscha. Begitu juga dengan beberapa soundtrack dalam film ini mengingatkan film pertama. Misalnya, lagu Mengenang Bintang, seperti mengingatkan kita akan lagu Bintang-bintang :')
 
 
 Selain membahas isu lingkungan yang mengangkat tentang perburuan koleksi hewan langka, juga mengingatkan kita akan Kalimantan sebagai salah satu paru-paru dunia yang harus kita jaga kealamiannya.
 
 Saat scene menjelang ending film, Sherina dan Sadam piknik ke Benteng Martello yang berada di Kepulauan Seribu. Bukan sekedar mengenang masa kecil satu sama lain, semata. Tapi juga tersirat makna semiotika dari warna baju yang dikenakan Sherina dan Sadam. Sherina yang mengenakan dress berwarna biru, mengisyaratkan jika Sherina justru memiliki maskulin energy: berani mengambil resiko, berpikir logika dan rasional, memiliki tujuan hidup yang ingin diccapai. Warna biru identik dengan warna laki-laki. Sebaliknya, Sadama mengenakan kaos polo pink, yang menandakan Sadam justru dominan lebih ke feminim energy: lebih mengutamakan perasaan dalam mengambil keputusan, mempunyai empati yang tinggi, dan mengetahui cara menenangkan dan mencintai diri sendiri dengan lebih baik. Warna pink biasanya identik dengan warna perempuan. Jadi, bisa disimpulkan jika Sherina dan Sadam memiliki energi yang berbeda, jadi sangat wajar jika mereka bisa bersama hanya sebatas teman/ sahabat.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Welcome to Waikiki 2

Setelah nonton drama Welcome to Waikiki 1 yang super parah sengkleknya, rasanya kurang afdol jika nggak nonton seri yang kedua x))