Langsung ke konten utama

Cambuk Semangat

lomba gila buku




Watch and you’ll see someday I’ll be part of your world. –Ariel (Little Mermaid)



Beberapa minggu ini, murid-murid kelas XII di sekolah mengalami kegalauan dengan frekuensi tinggi. Ada apa gerangan? Mereka galau memilih jalan setelah lulus sekolah. Mau kerja? Mau nikah? Atau mau kuliah. Kuliah pun masih bingung memilih jurusan apa yang dipilih. Mengambil jurusan yang sesuai keinginan orangtua, yang prospek ke depannya cerah, karena keinginan ataupun hanya sekedar ikutan tren.



Sekitar delapan tahun yang lalu, saya juga pernah mengalami masa-masa itu. Bingung mau kuliah di mana, jurusan apa, dan lain-lain. Pokoknya tidak ada gambaran sama sekali. Padahal teman-teman seangkatan sudah memulai meniti mimpi yang ingin diraih. Barulah saya memilih jurusan Ilmu Informasi & Perpustakaan. Jurusan itupun sangat asing di telinga. Yang saya tahu infonya hanyalah dari list nama-nama jurusan di panduan buku SPMB (Kalo sekarang, namanya SNMPTN ya, jiiaaahhh..ketauan angkatan kapan!?! :p)

Banyak yang memandang remeh saat saya diterima jurusan tersebut;

Jaga buku gak usah musti kuliah jauh-jauh, lulusan SMA juga bisa!

Nanti kerjanya apa? Kerjaan yang gak ada kerjaan..

Emang ada ya jurusan kayak gitu?!?

Kuliah tuh pilih yang kira-kira bisa langsung kerja..



Mendengar komentar-komentar itu, saya cuma senyum dan bilang dalam hati: “Liat ya sapa dulu yang jadi orang..”  ƪ˘)ƪ˘)ʃ˘)ʃ



Banyak yang beranggapan betapa mudahnya mendapatkan posisi sekarang. Padahal semua itu tidak instan. Butuh proses yang tidak mudah. Saya selalu percaya, Tuhan tidak memberikan apa yang kita inginkan, tapi memberikan apa yang kita butuhkan. Mengutip perkataan seorang teman; BEKERJA itu PASSION, bukan FASHION.

Masih banyak mimpi yang ingin diraih. Salah satunya adalah pengen punya kafe buku semacam Reading Room-nya Om Richard Oh. Saya juga pengen suatu hari nanti bisa menjadi kepala perpustakaan di perpustakaan daerah, gyahahaha.. :D

Passion make you happy. Therefore, pursuing your passion will also make you happy. Mungkin, mimpimu menunggu untuk diciptakan di sana. (hlm. 14) #DreamCatcher



Beginilah cerita awal mula bekerja di sekolah di tahun 2011….



Pertengahan Maret, mulai aktif bekerja di Perpus Sekolah. Sebenernya jauh dari harapan saya. Dulu ngebayanginnya ditempatkan di Perpustakaan Daerah. Jujur, saya sampe nangis gak mau diambil aja. Kayaknya saya emang gila, jadi abdi negara malah emoh. Saya udah ngebayangin…ampun…perpustakaan sekolah kalo negeri yaaaa….gitu deh…hidup segan mati tak mau. Sebenernya di kampus dulu juga keadaannya begitu, tapi saya ‘teror’ para petingginya, mereka merespon positif karena perpus juga sebagai penentu akreditasi sebuah kampus. Lha kalo di sekolah?? Bisa dibayangin kan, mau saya ‘teror’ juga percuma. Dana pasti minim. Pengadaan buku cuma sumbangan dari Diknas, itupun belum tentu tiap bulan. Bagi kebanyakan sekolah negeri, keberadaan sebuah perpustakaan kurang diperhatikan. Mana sekolahnya pelosok pula, jauh di ujung.
Dugaan saya benar. Perpustakaan yang saya tempati persis seperti yang saya bayangkan. Ruangannya hanya satu kelas, suram, buku di lemari penuh sesak dari jaman kapan, dan… masih manual. Sudah bisa dipastikan murid yang datang ke perpustakaan hanya hitungan jari, itupun itu-itu lagi muridnya. Saya ditantang bapak, PUSTAKAWAN itu harus bisa mengubah PERPUSTAKAAN menjadi menarik.  Percuma  ada pustakawan kalo perpustakaannya gak berubah. Jdeennnggg!! :D
Setelah dua minggu kena shock dengan keadaan, saya mulai semangat di bulan April. Pelan-pelan buku yang ada dientri secara komputerisasi, dipasang barcode satu per satu. Buat nambah koleksi, murid-murid kelas XII yang lulus diwajibkan nyumbang buku. Ini aja banyak yang gak mau, karena dulunya gak pernah ada. Pokoknya nyumbang buku bebas, gak harus baru yang penting bisa dibaca. Targetnya semester baru, Juli harus sudah sistem digital. Agak susah memang mengubah kebiasaan sikap disiplin murid. Jika sebelumnya saat manual, murid yang pinjam dan mengembalikan buku susah dideteksi. Kadang pinjem udah ngaku balikinlah. Nah, dari sistem barcode ini perpus bisa dapat pemasukan karena sistem denda sudah berjalan otomatis. Saya belikan buat buku-buku fiksi modern yang sebelumnya cuma ada buku-buku sastra jaman kapan. Sebagai rangsangan buat baca diperpus, uang denda juga disisihkan buat beli majalah Gadis, Kawanku, Cinta Cinta, Alia, Hidayah, Intisari dan lain-lain yang edisi lama. Yang penting ada dulu, itupun muridnya udah rebutan. Yang baru biasanya koleksi saya pribadi, biarlah buat di perpus, semakin banyak yang baca kan semakin bermanfaat :) ) Alhamdulillah, pengunjungnya melonjak drastis. Selalu di atas 75. Bahkan Senin-Kamis lebih dari 100-150. Meskipun gak semua niatnya baca. Ada yang hot spot-an sekedar buka facebook, nonton TV, ngerjain tugas, cuma curhat, yang ngecengin kakak kelas juga ada :D Setelah berkali-kali mendesak Kepala Sekolah, akhirnya perpus dikasih dana khusus beli buku-buku fiksi. Senangnyaaaa….ini rekor karena sebelumnya gak pernah ada buat pengadaan buku (>,^)
Korden saya cuci sendiri. Bayangkan, terakhir kali dicuci tahun 2009, ampyuuunnn… Bahkan sampe sekarang, saya setiap hari masih nyapu ruangan dan mengelap meja sendiri. Ada tukang bersih-bersih?? Bangkrut juga kalo tiap hari dimintai tolong musti ada uang rokoknya. Mending minta bala bantuan murid-murid buat nempel-nempel, gunting-gunting, shelving, dll. Dikasih gorengan ama jus aja mereka udah seneeenng banget! Malah kadang ada yang sukarela menawarkan diri membantu, lumayanlah…  :p
Selama bulan-bulan itu, saya masih nyambi di kampus. Pagi ampe siang, di sekolah. Siang ampe sore di kampus. Lewat AGUSTUS udah gak bisa bagi waktu karena sekolah jam belajarnya ditambah sampe sore. Akhirnya yang kampus dilepas.
Pasca lebaran, SEPTEMBER & OKTOBER kedatangan ribuan buku-buku pelajaran berbasis BSE baru dari Pusat dan Propinsi. Padahal buku-buku yang terdahulu belum selesai di barcode. Banyak juga yang belum tersentuh, bahkan belum diinventarisasi. Gimana ini?!? Saya udah kayak tukang sate, semua dikerjain sendiri. Mulai dari sirkulasi hingga pengolahan. Yang magang di perpus sudah lulus, jadi dia mau kerja yang sesuai ijazahnya. Buku yang baru gak ada rak, ruangan juga gak muat menampung murid-murid, ditambah lagi selama ini perpus buat lapak beberapa guru tertentu  yang ngerokok pula.
NOVEMBER, hampir tiap hari saya ‘meneror’ kepala sekolah. Minta ruangannya ditambah. Ruangan sebelah kiri yang kosong minta dijebol biar perpusnya lapang. Ternyata perpus harus bersaing dengan yang lain; lab bahasa, ruang UKS, dan yang menang adalah ruang untuk orang Korea yang akan meneliti sekolah selama dua tahun. Sembari menunggu ruangan ditambah, buku-buku jaman dahulu kala yang sudah tidak sesuai kurikulum, saya weeding alias disiangi. Biar gak buat rumah tikus! >.<
Saya masih belum putus asa, akhirnya ruang sebelah kanan yang kosong dijebol jadi milik perpus.DESEMBER selesai stock opname tepat sebelum ujian semester. Ruangan di cat ulang. Ruang buku tertutup dan ber-AC. Ruangan baca jadi lapang karena format lesehan menggunakan karpet dengan tambahan beberapa meja pendek. Meskipun belum bisa disebut sebagai perpustakaan yang layak, setidaknya udah beda jauh dengan apa yang disebut gudang :D
Makasih bapak yang sudah memecut saya dengan cambukan semangat. Mungkin kalau waktu itu nggak dikasih nasehat bapak yang pedas itu, saya cuma jadi pustakawan yang nggak ada gunanya..
Follow your dreams, or you'll spend the rest of your life working for someone else who did.

100_7581

Komentar

  1. Bekerja itu passion, bukan fashion. Keren banget kata2nya ^^

    Anyway, thanks udah ikutan giveaway Emotional Flutter ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW Moon Lovers: Scarlet Heart Ryeo

  Sebenarnya gak antusias waktu tahu serial ini tayang. Pertama, setting cerita yang ala-ala kerajaan gitu biasanya bertele-tele. Kedua, pemain perempuannya banyak yang bilang nggak suka. Tapi semakin ke sini, makin banyak yang bilang suka drama ini dari segi cerita. 

REVIEW Extracurricular

  Awalnya gak niat nonton ama drama ini, ternyata banyak yang bilang bagus. Bukan sekedar kisah remaja dengan cerita menye-menye semata. Terlihat dari posternya yang terkesan dark, drama ini mengisahkan sisi kelam para remaja: prostitusi online.

REVIEW Welcome to Waikiki 2

Setelah nonton drama Welcome to Waikiki 1 yang super parah sengkleknya, rasanya kurang afdol jika nggak nonton seri yang kedua x))